Oleh: Ronal Rifandi, S.Pd
Sudah jamak diketahui bahwa ada satu kebiasaan unik yang ada pada para aktivis dakwah. Sebuah kebiasaan yang bersumber dari salah satu potongan ayat Al Quran yang mungkin sudah sangat familiar di telinga kita. Yups, “ … watawaa Shaubil Haq, watawaa shaubish Shabr”. Ayat tentang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran ini ditujukan bagi seluruh ummat yang beriman kepada Allah SWT. Dan saya menemukan contoh penerapan konkrit nya melalui keseharian dalam beraktivitas bersama dakwah ini.
Kebiasaan uniq yang saya maksud adalah adanya penyampaian taujih Rabbani dan Tausyiah singkat disetiap awal rapat. Hal ini dilaksanakan oleh para aktivis dakwah, terutama dakwah kampus, dimana saya merasakan langsung dan juga pernah menjadi pelaku kebiasaan unik itu. Setiap personil bisa dipastikan akan memperoleh kesempatan untuk menjalankan amanah sebagai “penaujih”, karena memang selalu dipergilirkan. Topik yang disampaikan pun beragam, mulai dari yang ringan seperti cerita pengalaman, sampai ke topik berat seperti Fiqh dan sejenisnya (tentu dengan sumber yang jelas).
Nah, saat ini bukan tentang Kebiasaan uniq tersebut yang ingin saya bahas, tetapi salah satu content taujih singkat yang saya dapatkan ketika mengikuti rapat ADSP pertengahan Maret lalu (2012). Inti Content itu kemudian saya sampaikan ulang dengan pengembangan seperlunya saat mengisi materi bersama adek-adek di sebuah pertemuan. Sebenarnya di Halaqoh pekanan saya pun sudah pernah membahasnya, tapi ya karena kelemahan kita sebagai manusia maka sering lupa dan terlalaikan. Oleh karena itulah, salah satu pribahasa yang saya anut “scripta manent verba vollant* ” mendorong saya untuk membaginya kepada para pembaca semua, semoga tulisan ini menjadi pengingat dan membuat kita (tidak hanya anda) termotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Amiin.
Judulnya adalah “Sungguh Beruntung Orang-Orang yang Beriman”. Itu merupakan terjemahan ayat pertama dari QS Al Mu’minun 1-11 yang menjadi isi taujih ini. Orang beriman itu orang yang bagaimana?? Di ayat kedua sampai Sembilan disebutkanlah criteria orang beriman yang beruntung itu. Diantaranya adalah yang pertama, orang yang khusyu’ dalam sholatnya. Seringkali setan merusak sholat kita melalui bisikan, lintasan pikiran, dan khayalan yang ditaburkan ke hati dan pikiran kita. Banyak dari kita (termasuk saya) yang juga masih berjuang untuk meningkatkan daya KekHusu’an sholat ini. Salah satu yang mengawalinya tentu keikhlasan niat dan rasa syukur yang mendalam kepada Allah. Kita harus sadar dan yakin bahwa sholat kita tidaklah sekedar pelepas kewajiban saja, atau sekedar pemenuhan ritual karena di KTP kita ada kata Islam. Dan memang untuk khusu’ itu susah-susah gampang, tergantung sejauh mana kita mau belajar dan berusaha untuk meraihnya. Sebagai bahan yang lebih mendalam tentang sholat khusyuk ini bisa sahabat lihat di Trilogi Sholat Khusyuk karya Syaikh Mu’min Al-Haddad ataupun di buku-buku lainnya.
Yang kedua adalah orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna. Sebagai hamba Allah tugas kita sebenarnya hanya ada dua secara garis besar. Pertama adalah menjadi hamba yang menyembah kepada Allah, dan yang kedua yaitu menjadi khalifah Allah di muka bumi ini. Oleh karena itu apapun yang kita lakukan dan katakan harusnya bermuara pada pencapaian dua arahan utama tersebut. Mari kita (saya juga) introspeksi diri sejauh mana anugrah waktu sehari-hari kita lalui, sudahkah kita sibukkan dengan hal-hal baik dan bermanfaat? Karena jika tidak, bisa dipastikan kita akan disibukkan dengan hal-hal buruk dan tidak bermanfaat. Hal ini bukan berarti kita harus menjadi orang yang keras, pendiam, kaku dan bla bla bla. Tapi bagaimana semuanya kita bingkai dengan visi indah berupa keridhoan Allah SWT.
Ciri orang beriman yang beruntung ketiga adalah orang yang menunaikan zakat. Ini harusnya menjadi lecutan bagi kita semua untuk berlomba-lomba menjadi orang kaya. Karena dengan menjadi orang kaya maka peluang beramal lebih, bisa kita dapatkan. Kita bisa menyempurnakan pelaksanaan rukun islam kita. Kita bisa membayar zakat harta, kita bisa pergi haji dan umroh, kita bisa menyantuni anak yatim dan fakir miskin, kita bisa membuka lapangan kerja bagi saudara-saudara kita, kita bisa membantu aktivitas pendanaan dakwah kampus, kita bisa dst dst dst. Subhanallah. Tapi kita harus ingat dan mohon untuk selalu dijaga oleh Allah, bahwa harta tersebut bukanlah untuk hal-hal fana yang melenakan kita. Nah, bagaimana jika sekarang kita belum diwajibkan untuk berzakat harta, karena belum sampai nisab, kita bisa melatihnya dengan memperbanyak sedekah. Mudah-mudahan kita juga segera menjadi hamba Allah yang diberikan kesempatan untuk dikenai hukum wajib berzakat harta. Dengan kata lain ayo semangat menjadi Kaya.
Yang keempat adalah orang yang menjaga kemaluannya. Perihal ini harus menjadi perhatian kita (saya juga) bersama karena perusakan melalui jalur ini juga sudah gencar dilakukan. Banyak kejadian dan prilaku tentang penyelewengan ini yang mulai coba digeserkan menjadi seolah-olah hal yang sudah biasa, hal yang merupakan hak azasi, kebebasan berekspresi dan bla bla bla. Misalnya saja Perselingkuhan, perzinahan, pergaulan bebas, pacaran. Dan semoga kita bisa menjaga diri kita dan keluarga kita dari hal tersebut. Kita mohon kepada Allah agar hasrat fitrah yang kita miliki itu tersalurkan dengan cara yang benar dan di ridhoi oleh Allah SWT. (Mudahkanlah pertemuan aku dengan jodohku yang Engkau Pilihkan Ya Rabb, Amiiiin ). (**yuuuk monggo di amiin kan, ehm ^_^).
Ciri berikutnya (yang kelima) adalah orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. Ada yang mengatakan bahwa amanat dan janji adalah hutang yang harus ditunaikan. Hal ini benar adanya. Jangan sampai kita menyengaja untuk melailaikan. Dan kita juga harus berhati-hati agar tidak terlalu mudah mengumbar janji. Dalam Qur’an Surat Al Isra ayat 34 Allah Berfirman “… Penuhilah janji; sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya”. Dan tidak memenuhi amanat dan janji ini juga termasuk ciri dari orang-orang munafiq seperti disampaikan dalam Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Na’udzubillah min dzalik. Semoga kita menjadi orang-orang yang amanah dan menepati janji.
Ciri yang keenam atau yang terakhir dalam QS Al Mu’minun 1-11 yaitu orang yang memelihara Sholatnya. Subhanallah sekali, begitu pentingnya Sholat, sehingga di awal dan di akhir cirri ini berbicara tentang sholat. Artinya kita harus benar-benar serius dalam mengoptimalkan sholat kita. Selain khusyuk, kita juga diminta untuk memelihara sholat kita. Menjaga prosesnya mulai dari kebersihan diri dan tempat, kesempurnaan wudhu’, sholat di awal waktu, berjamaah di masjid, menyertakan sholat sunat rawatib, memperhatikan rukun dan syarat sah nya sholat serta disempurnakan dengan dzikir sesudahnya. Sehingga sholat kita benar-benar mampu membuat diri kita tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Amiin.
Nah itulah ciri orang beriman yang beruntung dalam QS Al Mu’minun, yang mana di ayat ke 10 dan 11 dijelaskan bahwa “ mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi” [23:10], “(yakni) yang akan mewarisi (syurga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”. Subhanallah sekali saudaraku, tidak tanggung-tanggung. Surga Firdaus gituloh, Syurga yang paling mewah. Dan kata yang dipakai pun adalah “mewarisi”, artinya ini sudah dijanjikan untuk menjadi milik kita, tinggal menunggu waktu dan kesiapan kita saja. Apakah kita pantas untuk mewarisi itu?? Tergantung bagaimana usaha dan kesungguhan kita.
Mari sama-sama berusaha Sahabat. Dan perjuangan itu akan terasa mudah dan menyenangkan jika hidup dalam dekapan dakwah. ^_^ (padang, 16042012)
>>>
# Yang tertulis akan abadi, yang terucap akan berlalu bersama angin
(silaturrahim, kritik dan saran ke ronalrifandi.blogspot.com , Fb: Jho Rifandi , Twitter : @JhoRifandi)
0 comments:
Post a Comment