HADITS PERTAMA
يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ - رضى
الله عنه - عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم
- يَقُولُ « إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا
نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ »
Dari Umar
bin Khaththab ra yang berkata, “Aku dengar Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya seluruh amal
perbuatan itu dengan niat dan untuk setiap orang tergantung kepada apa yang ia
niatkan. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang
didapatkannya atau wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang
menjàdi tujuan hijrahnya ” (Diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim)
Intisari Hadits:
- makna niyyat : maksud dan keinginan
- Tujuan niyyat:
·
membedakan
amal antara satu dengan yang lain
·
membedakan
tujuan dengan amal
- Syarat diterima adalah ikhlasunniyyah dan
mengikuti syari’ah
- Penyebab rusaknya amal adalah riya dan bid’ah
- Macam amal selain karena Allah:
·
Riya murni
yang biasa dilakukakan oleh orang kafir
·
Amal karena
Allah teapi tercampuri riya sering dilakukan orang mukmin
- Sumpah tidak dengan niyyat tidak sangsi baginya
- Hukum melafadzkan niyat dalam ibadah tidak
disyaratkan melafadzkan niyyat
- Hijrah :
Makna
Hijrah perpindahan
Macam
hijrah : tempat dan maknawi
Pembahasan :
Sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan
niat“ Di riwayat lain, “Seluruh amal perbuatan itu dengan niat“
Kedua hadits tersebut menghendaki pembatasan kebenaran (maksudnya, amal
perbuatan itu benar dengan niat).
Ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang maksud sabda Rasulullah saw,
“Seluruh amal perbuatan itu dengan niat” Banyak dari ulama-ulama khalaf
(ulama setelah generasi salaf), berkeyakinan bahwa maksud sabda Rasulullah saw
ialah bahwa seluruh amal perbuatan itu benar, atau dianggap, atau diterima
dengan niat. Menurut pengertian seperti itu, amal perbuatan yang dimaksud ialah
amal perbuatan syar’iyah yang membutuhkan niat. Sedang amal perbuatan yang tidak membutuhkan niat
seperti kebiasaan-kebiasaan makan, minum, berpakaian, mengembalikan amanah,
tanggungan seperti titipan dan barang yang dirampas. maka sama sekali tidak
membutuhkan niat. Jadi, amal perbuatan syar’iyah tersebut dikhususkan dari
kebiasaan-kebiasaan tersebut .
Ulama lain berkata, “Amal perbuatan yang dimaksud hadits di atas ialah
keseluruhan amal perbuatan dan tidak ada sedikit pun daripadanya yang dikhususkan.”
Sebagian dari ulama-ulama tersebut mengatakan bahwa pendapat ini berasal dari
jumhur ulama. Sepertinya yang mereka maksud dengan jumhur ulama tersebut ialah
jumhur ulama salaf. Perkataan ini terlihat jelas di perkataan Ibnu Jarir
Ath-Thabari, Abu Thalib Al-Makki, dan ulama-ulama salaf lainnya. Itu pula
pendapat Imam Ahmad.
Menurut pendapat kedua tersebut , dapat dikatakan
bahwa maksud hadits di atas ialah bahwa seluruh amal perbuatan itu terjadi
dengan niat. Jadi hadits tersebut menjelaskan tentang amal perbuatan sukarela
bahwa amal perbuatan sukarela tersebut tidak terjadi kecuali dengan keinginan
pelakunya yang merupakan sebab dan eksistensi amal perbuatan sukarelanya.
Setelah itu, sabda Rasulullah saw, Dan setiap orang tergantung kepada apa
yang ia niatkan, adalah penjelasan tentang hukum syar’i bahwa kunci pelaku
terhadap amal perbuatannya ialah niatnya. Jika niatnya shalih, amal
perbuatannya shalih. Jika niatnya rusak, amal perbuatannya juga rusak dan ia
berhak atas dosa.
Ada kemungkinan lain bahwa maksud sabda Rasulullah
saw, “Seluruh amal perbuatan itu dengan niat,“ ialah bahwa seluruh amal
perbuatan itu shalih, atau rusak, atau diterima, atau ditolak, diberi pahala,
atau tidak diberi pahala, tergantung dengan niatnya. Jadi hadits tersebut
menjelaskan tentang hukum syar’i bahwa baik tidaknya amal perbuatan seseorang
itu tergantung kepada baik tidaknya niat amal perbuatan tersebut ,
seperti sabda Rasulullah saw,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْم
“Sesungguhnya amal perbuatan itu dengan penutup
(akhir)“ maksudnya,
sesungguhnya baik tidaknya amal perbuatan dan diterima tidaknya itu tergantung
kepada penutup (akhir) perbuatan tersebut .
Niat menurut pendapat para ulama mempunyai dua
pengertian;
والنِّيَّة
فِي كَلاَمِ العُلَمَاءِ تَقَعُ بِمَعْنَيَيْنِ :
أَحَدُهُمَا
: بِمَعْنَى تَمْيِيْزِ الْعِبَادَاتِ بَعْضِهَا عَنْ بَعْضٍ
Pertama, untuk membedakan sebagian ibadah dengan ibadah lainnya,
seperti membedakan shalat Zhuhur dengan shalat Ashar, membedakan puasa Ramadhan
dengan puasa lainnya. Atau membedakan antara ibadah
dengan adat kebiasaan, misalnya membedakan antara mandi jinabat dengan mandi
untuk menyejukkan badan atau membersihkannya, dan lain sebagainya. Niat seperti
inilah yang banyak sekali dijumpai di perkataan para fuqaha’ di buku-buku
mereka.
وَالْمَعْنَى
الثَّانِي : بِمَعْنَى تَمْيِيْزِ الْمَقْصُوْدِ بِالْعَمَلِ
Kedua, untuk membedakan yang menjadi tujuan amal perbuatan. Apakah tujuan
amal perbuatan tersebut adalah Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya
ataukah selain Allah? Niat seperti inilah yang dibicarakan para ulama di
buku-buku mereka tentang ikhlas dan seluk beluknya. Niat itu pula yang banyak
dijumpai di perkataan para generasi salaf.
Sebagian
ulama membedakan antara kata niat dengan iradat (keinginan) dan maksud karena
mereka menduga bahwa niat secara khusus mempunyai pengertian pertama yang
disebutkan para fuqaha’. Di antara mereka ada yang berkata bahwa niat itu
dikhususkan dengan amal perbuatan orang yang meniatkannya, sedang keinginan
tidak, misalnya seseorang menginginkan Allah mengampuninya dan ia tidak
meniatkannya. Padahal saya telah menjelaskan sebelumnya bahwa niat dalam sabda Rasulullah
saw dan generasi salaf umat ini ialah sesuai dengan pengertian kedua dan
ketika itulah niat mempunyai pengertian keinginan.
“Barangsiapa yang
menginginkan keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa
yang menginginkan keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. “ (Asy-Syura: 20).
“Barangsiapa menginginkan kehidupan sekarang (duniawiyah), maka
Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang
Kami inginkan dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. Dan Barangsiapa menginginkan kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin,
maka mereka itu orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.“ (Al lsra’:
18-19).
“Barangsiapa
menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.“ (Huud: 15-16).
0 comments:
Post a Comment