Ini adalah sebuah cerita tentang
sebuah keteladanan. Cerita tentang sebuah semangat bahwa di ruang-ruang negeri
ini masih ada, jika tak bisa dikatakan masih banyak, orang tua yang membesarkan
anak-anak mereka dengan cita-cita yang besar. Bagi saya, apa yang akan saya
ceritakan ini merupakan sesuatu yang mulai jarang saya temukan.
Seperti biasa, kami selalu
percaya dengan kalimat berikut “Bahwa silaturrahim bisa memperpanjang usia dan
membuka pintu rezki”. Maka dari itu, kami senantiasa berupaya untuk melakukannya.
Walaupun sudah berpisah di beragam tempat dan peruntungan, kami senantiasa
menanti momen-momen yang pada tahun-tahun terakhir hanya bisa dilakukan sekali
dalam setahun, yaitu ba’da Ied Fitri. Tak ubahnya tahun ini, dari beberapa
penjuru, walau dengan halang dan rintang, kami alhamdulillah dapat berjumpa dan
melakukan apa yang kami sebut sebagai “Tour Lebaran 1435 H”. Tempat-tempat
rutin kembali dikunjungi dan tentu beberapa destinasi tambahan menghiasi
touring kecil-kecilan kami kali ini.
Subhanallah, setiap roda motor
ini menggelinding menapaki jalanan ranah Minang, disetiap itu pula decak kagum
yang tiada terkira akan keindahan ranah Minang ini. Walau pernah berkunjung ke
negeri-negeri nun jauh disana, tapi keelokan ranah ini memanglah punya sesuatu
yang akan selalu membuat rindu. Yakin, negeri kita ini tak kalah elok nya
dengan negeri-negeri nun jauh disana. Terlebih lagi jikalau hati telah berpaut
disini.
Ehm,.. salah satu destinasi yang
kami hampiri adalah kediaman keluarga seorang sahabat di tepian danau maninjau.
Awalnya, sempat ragu untuk hadir, karena jadwal yang disusun sedikit molor,
maklum lah hampir disemua destinasi, selalu tak kuasa menolak keramahan si
orang rumah. Nenek nya si A nyuruh mampir dulu, mengambilkan sekantong rambutan
fresh from its tree, Ibunya si B menyuruh makan siang dulu, Ayah nya si C
menyuruh golek-golek dulu, “siko se lah lalok, manga takaja-kaja bana, lah
malam hari maah, jalannyo jauah, kok hujan bagai beko” begitulah kira-kira yang
beliau cakapkan. Yaahh… bersyukur dipertemukan dengan keluarga-keluarga seperti
itu, sehingga kami merasa punya banyak orang tua dan selalu rindu untuk datang
lagi dan lagi dan lagi.
Okeh… prolognya terlalu panjang
ya.. hehe, biasalah bos, tulisan ngalor ngidul (tau nggak ngalor ngidul itu
maksud literally nya apa?? Gak tau kan yaaaaa…… :D ) FYI: ngalor ngidul itu
secara harafiah berarti ngutara-ngenyelatan hehe alias panjang lebar ujung ke
ujung.
Okeh… (lagi). Berhubung hari
telah larut, kami sempat berdiskusi, apakah tidak apa untuk lanjut ke keluarga
sahabat di tepian danau maninjau tersebut. Bukan apa-apa, ini adalah salah satu
destinasi baru dalam touring ini tentu tak bisa disamakan dengan tujuan-tujuan
tetap yang akan selalu membuka pintu jam berapa pun kami datang (hehe, karena
sudah biasa dan maklum), nah apakah demikian juga dengan destinasi baru ini,
walau bagaimanapun waktu untuk berkunjung sebagai adab bertamu sudah lah lewat.
Tapi berpegang pada janji yang sudah diucap, kami gebuh sepeda-sepeda motor
menuju ketepian danau maninjau tersebut. Diterpa angin malam, disapu rerintik
hujan dan perut kosong (ehm).
Tarra… kami datang. :D Dan benar
saja, si adik terpaksa keluar lagi dari kamar tidurnya untuk menyambut kami,
sang Ayah sudah terlelap (sepertinya), sang Ibu sedang beberesan di dapur.
Keramahan menyambut, sepertinya keluarga ini sudah terbiasa untuk didatangi
silih berganti, karena terlihat begitu open dan nyaman. Bercakap-cakap dan
dilanjutkan dengan bakar ikan yang lagi-lagi fresh from the keramba. Kami juga
disuguhi penganan khas danau maninjau. Rinuak. Konon kabarnya ikan
mungil-mungil ini hanya ada di danau maninjau. Dan kalau di olah dan dikemas,
bisa menjadi barang mahal, oleh-oleh khas Maninjau.
Ketika fajar datang, disinilah
kekaguman ku bertambah. Pagi hari keluarga ini sudah bersiap-siap untuk
beraktivitas. Dan ketika melihat keluar, waah subhanallah keren, hamparan danau
maninjau dan aura pagi yang sejuk, bau semerbak alam dan tetes-tetes embun.
Beberapa kami menyempatkan mendayung sampan ke tepian-tepian keramba di tengah
danau, lalu kami berhimpun dengan beberapa buah duren yang semerbak. Wahhh..
nikmatnya dunia, kawaaaan. :D
Pada pagi ini pula, sewaktu
sarapan teh, sang Ibu menghampiri kami, duduk bersama kami dan bercerita.
Menyampaikan apresiasinya dan terimakasih nya telah dikunjungi dan telah
bersahabat dengan anak beliau. Tak lupa beliau menitipkan pesan pada kami untuk
selalu kompak, selalu bererat-erat dalam bersilaturrahiim ini dan saling
mengingatkan dan tolong menolong. Bagian yang menyentuh dalam perbincangan pagi
itu adalah ketika beliau mengahrapkan kami para generasi muda untuk serius
dalam membina diri dan menyiapkan diri untuk menyambut estafet pembangunan
bangsa ini. Bagaimana harapan beliau bahwa kami anak-anaknya ini bisa menjadi
orang yang berguna untuk bangsa dan agama, bermanfaat untuk kemajuan negara
ini. Subhanalloh. Ucapan yang simple memang. Tapi bagiku ini adalah something,
kawan.
Sungguh mulia Bundo kanduang yang
satu ini. Dari pesan-pesan yang beliau sampaikan terlihat bahwa beliau memiliki
visi yang jauh ke depan, visi yang tak sekedar pemenuhan hasrat manusiawi
individual belaka, tetapi memikirkan kedjayaan bangsa. Ia bukan hanya
menanamkan visi tentang memiliki pekerjaan tetap dan sukses, atau membina
keluarga sakinah saja kepada anaknya dan kami. Ini visi tentang melanjutkan
kepemimpinan bangsa, sobat.
Maka dari itu, dengan bangga
kusampaikan padamu wahai Indonesia, jangan khawatir, masih ada Bundo-bundo
kanduang yang menyiapkan generasi muda untuk melanjutkan hidupmu kelak. Masih
ada dan mungkin masih banyak yang peduli. Hingga tak ada tempat untuk pesimis
dengan kelanjutan kehidupan bangsa kita ini, walau mungkin banyak kekecewaan
atas penyelenggaraan negara kita, Banyak yang bersikap apatis, tapi tak kalah
banyak yang masih peduli, tak kalah banyak yang masih memiliki mimpi untuk
kelangsungan kedjayaan Indonesia.
Hmm… inilah sepenggal kisah dari
silaturrahiim kami. Tak semua bisa diceritakan memang. Semoga bisa diambil
semangatnya :D
Sungguh tak sabar menanti
petualangan berikutnya, entah kemana, dengan siapa, dan menemukan hikmah
seperti apa. Tapi satu yang pasti, bahwa kita akan terus berjalan dan berlari,
karena hidup ini begitu indah jika hanya sekedar dihabiskan dengan duduk dan
berbaring saja.
Ronal Rifandi, M.Sc
(ups, alhamdulillah, terimaksih
atas dukungan dan doanya sahabat, akhirnya purna juga program masternya) J